Duk.Penulis (Sumber FB : Romyforest/PN) |
Oleh : Ruben Yogi
Perilaku
laku orang Jepang seperti apa? mari kita simak bersama, melalui opini berikut
yang secara gambaran umum yang telah dituliskan berdasarkan kaca mata penulis.
"Filosofi Orang Jepang Mengenai
Empati" beginilah ringkasnya”
Hubungan
antar manusia yang paling tinggi levelnya, yang terus diajarkan dari generasi
ke generasi, diajarkan sejak balita dan menjadi jati diri orang Jepang adalah
"Empati". Empati
atau mem-posisi-kan diri menjadi orang lain (memposisikan diri kita menjadi lawan bicara).
Kalau
sedang bacerita sama Orang Tua, cobalah untuk menjadi orang tua yang sering
"kebingungan" itu.
Sedang
babicara dengan "Anak Anda", maka jelmakan diri Anda menjadi anak
yang nakal
Sedang
bicara ke Customer atau Downline, maka menjelmalah menjadi dia terlebih dulu.
Mau
bicara ke Upline, Sahabat, Musuh, maka jadikanlah diri Anda diri mereka
terlebih dulu dan bila Anda menjadi dia, "apa yang ingin Anda dengarkan?"
Kenapa
dompet yang jatuh di kereta Jepang, kemungkinan besar AKAN balik ke pemiliknya?
Karena
yg menemukan langsung akan berpikir, bila uang di dompet ini saya ambil...
Jangan-jangan yang punya, tidak punya uang lagi, gajian baru bulan berikut nya,
dia pasti akan bingung bayar hutang, bingung bayar listrik, bingung beli makan,
nanti dia akan dimarahi istri, anak akan kelaparan, membiayai kebutuhan lainnya
dan atau dia akan mati karena perbuatan saya ini.
Ya,
mereka selalu berpikir tentang Empati. Menjadikan diri mereka seperti orang
lain. Itulah makanya negaranya aman dab cepat maju karena sejak kecil sudah
diajarkan Empati.
Penulis
mengankat beberapa tradisi/kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan di Negara
Jepang, diantaranya:
1.
Yang ketahuan korupsi, bunuh diri karena malu.
2.
Pejabat yang merasa gagal akan mundur, karena dia pakai kacamata rakyatnya.
3.
Wanita pulang kerja malam hari terjamin keamanannya, karena para pria berpikir,
bagaimana kalau itu adik, anak atau istri saya.
Menjadi
orang lain, itulah rasa “empati” yang diajarkan dari ilmu orang Jepang dan
menjadi terpatri dalam diri mereka.
Penulis adalah Mahasiswa Unipa,
Manokwari - Papua Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar