Kasus Deiyai berdarah 2017 |
Manokwari,
PitooNews.com - Nyawa Manusia tak tergantikan dengan barang dalam bentuk
dan model apa pun itu wujudnya. Sebab manusia adalah makluk paling mulia yang
segambar dengan Sang Pencipta (Allah).
Terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat di
Oneibo, Kabupaten Deiyai- Papua, yang telah menewaskan 1 orang mati (Yulianus
Pigai) dan lainnya kondisi kritis atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan
oleh aparat (Brimob) Indonesia.
Publik kaget bila Pihak Polda Papua memberikan
bingkisan kepada pihak korban di Deiyai. Seolah-olah Negara melalui Polda
Papua identikan nyawa manusia dapat ditukar atau digantikan dengan nyawa
manusia. Penulis menilai tindahkan Polda Papua adalah bukti meredam panasnya
kasus Deiyai. Selain itu menutup malu serta ketidakmampuan penanganan masalah
secara berprofesional diranah hukum. Negara Melalui TNI,POLRI dan BRIMOB di
Papua ketahui bahwa Orang Asli Papua (OAP) yang mendiami di Pulau Cenderwasih
adalah manusia yang senilai dengan Manusia-manusia lainnya di Dunia. Hormati
dan hargai serta tinggikan peri kemanusiaan .
Pada kotak bingkisan itu tertulis
"Bingkisan dari Kapolda Papua" . Namun disayangkan sekali karena
Bingkasan dari Polda Papua ini telah menolak tegas oleh semua pihak akar rumput
di Deiyai.
Terkait bingkisan dari Polda Papua yang di Upload
dalam bentuk fhoto Melalui akun facebooknya YanYuaiya Goo tersebut
orang pertama Uchak Unipa Wayne
mengomentari, "Iya om Proses sesuai dengan undang2 HAM yg berlaku dan
masyarakat jangan menerima bantuan apapun dari pihak manapun krn masalah ini
belum selesai".
Kemudia orang kedua Jeckson Egeidadi Iyepiyamuma
Degei , ikut mendukung penolakan penerimaan "Bingkisan dari
Polda Papua" itu dengan mengomentari kata "Setuju".
Lalu komentar ketiga dengan akun facebooknya Kadepa Ham katakan,
"makan denda adat tidak akan menjamin korban bertahan hidup untuk jangka
waktu yang lama karena pasti dibagi2 habis kepada mediator, keluarga keturunan
bapak dan mama korban dan pasti setelah dibayar hari itu, hari itu juga habis
dibagi. Lebih baik proses hukum supaya pelaku dihukum bertahun2 lama di
penjara".
Orang keempat, Yulianus Keiya
melalui komentarnya mendukung penuh langkah yang diambil oleh para kaum
cendekiawan asal wilayah adat Meepago yaitu kasus Deiyai diproses secara hukum
hingga tuntas.
Ini komentar Yulianus Keiya "Sangat mendukung
intelektual meepagoo".
Lalu komentar kelima pada akun
FBnya Ogeiyee
mengomentari, "Bingkasan adalah suatu wujud benda mati. Sedangkan Manusia
adalah suatu unsur yang paling termulia di Bumi. Untuk itu, kami kaum
intelektual membantah dan menolak tegas tindakan Polda Papua yang seolah-seolah
benda diindetikan nyawa manusia sebagai penggantinya dalam bingkisan tak logis
itu. Untuk itu, Negara Indonesia mengaku sebagai Negara hukum, praktekan hukum
dengan mengusut kasus Deiyai berdarah secara tuntas melalui mekanisme
hukum".
Kasus HAM di Deiyai 2017 yang menewaskan rakyat
sipil oleh Aparat Republik Indonesia dengan menggunakan serpihan peluru tajam
yang berasal dari senjata api milik aparat Indonesia, bukan peluru karet. Hal itu fakta disaksikan semua pihak dalam insiden terkait.
Hari ini di Papua dari sekian banyaknya kasus HAM
termasuk kasus HAM berat di Paniai 7- 8 Desember 2014 lalu pun masih saja
belum terungkap pelaku. Kerinduan OAP sampai saat ini adalah menunjuk pelaku
dimata publik sebagai pencabut nyawa manusia tanpa kehendak Tuhan dilakukannya
itu.
Baca Juga : Kapolda Papua Minta Maaf, Kadepa: Rakyat
Butuh Ungkap Pelaku dan Proses Hukum, Bukan Minta Maaf
Maka semua pihak bersama keluarga korban
menyepakati akan terus mendorong penyelesaian kasus Deiyai bedarah sesuai
mekanis hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. (Pet/PN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar